Cerita Pendek Misteri-
6 Y - 2
D
Angin
bertiup dari arah barat, membuatku sulit untuk membaca novel yang sangat
kusuka. Suara tepuk tangan dari para orang tua, menambah kebisingan yang telah
dibuat oleh panitia acara. Satu persatu, kami naik kepanggung, dan tibalah
giliranku. Aku berjalan dengan wajah tertunduk. Tidak ada yang mau
memperhatikanku. Tiba tiba, HP ku berdering. Aku mengangkatnya dan terkejut
mendengarnya. Aku terduduk di dekat tangga panggung. Entah kenapa, aku tidak
bisa bergerak pada saat itu. Aku terus menerus memegang HP ku, dan seketika
semuanya menjadi gelap gulita.
Aku
tersadar, dan tiba tiba sudah berada di ruang peristirahatan. Aku berusaha
duduk, dan ingin keluar dari runagan itu. Namun, datang dosen yang selalu
membuatku menderita.
“Kau mau kemana? Lagian acara wisudanya
sudah selesai. Aku turut berduka atas kematian ayahmu itu. aku mendengarnya
dari panggilan yang belum kau matikan waktu itu. Mau ibu antar?” aku
menolaknya dan mengatakan kalau aku akan pulang sendiri.
Aku
pulang kerumah, dan mendapati beberapa tetanggaku yang sedang menungguku.
Mereka lalu mengatakan kejadiannya dan seketika aku langsung pergi kerumah
sakit dan melihat jenazah ayahku untuk terakhir kalinya. Aku merasakan keanehan
saat melihat jenazah ayahku. Tetanggaku mengatakan kalau ayahku tewas karena
kecelakaan saat pergi kekantor. Tetapi, aku melihat bahwa pipi ayahku agak
aneh. Seperti sesuatu yang berputar telah menghantam pipinya. Lalu aku
memeriksa bagian tubuhnya dan aku melihat jahitan yang amat besar di dada
ayahku. Jahitannya tidak rapi, jadi aku menduga kalau ini adalah perbuatan
seseorang. Dan ayahku bukan meninggal karena kecelakaan tapi dibunuh. Lalu aku
bertanya kepada dokter yang mengurus ayahku.
“Maaf dok, kenapa dada ayahku ada jahitan?”
“Maaf, tapi kau harus siap mental untuk
mendengarnya. Di dalam tubuh ayahmu, terdapat pecahan botol miras yang kalau
aku hitung lebih dari 4 botol, dan juga paru paru ayahmu telah hilang. Dan
lagi, jahitan yang dilakukan orang tersebut asal asalan, dan dia malahan
menggunkan benang nilon untuk menjahitnya. Di bagian betis ayahmu, juga
dimasuki oleh kalajengking dan kelabang.” Mendengar hal itu, tubuhku terasa
mual. Aku terduduk, membayangkan seperti apa pelaku yang membunuh ayahku
melakukan aksinya. Aku gemetaran, aku tidak sanggup berdiri.
“Ja.. jadi, anda tahu kalau ayahku itu
sebenarnya dibunuh?”
“Ya. Terlihat dari luka pipinya yang sangat
aneh. Dan juga, aku ingin mengatakan sesuatu hal yang penting denganmu. Apa kau
kenal dengan Ayu Robb Putri? Dia
ibumu bukan? Pada saat itu, aku yang bertanggung jawab atas jenazahnya. Akan
aku katakana semuanya. Ketika di otopsi, didalam tubuhnya tidak terdapat
satupun organ dalam utuh. Organ dalamnya telah
diblender dan
dimasukkan kembali kedalam tubuhnya. Dan juga, di punggungnya terdapat simbol
yang sama dengan yang ada dipunggung ayahmu itu. Kemarilah, akan aku
tunjukkan.... nah, lihatlah simbol ini. Simbol ini dibuat menggunakan logam
cair dan didinginkan. Lima tahun yang lalu itu, ada seorang anak muda yang
membantu polisi, dan mengatakan kalau ini adalah pembunuhan berantai. Dan
sekarang, kami sedang menghubungi mereka dan mereka akan segera tiba sebentar
lagi.” Mendengarnya, aku tidak sanggup berkata apa apa. Aku tidak sanggup
membayangkannya. Organ tubuh ibuku, dia memblendernya dan memasukkannya kembali
kedalam tubuh ibuku. Badanku bergetar, tanganku bergetar, kakiku bergetar,
seluruh tubuhku gemetaran semuanya. Hatiku berkicamuk mendengar penjelasan
barusan. Lalu, muncul perasaan dendam yang sangat mendalam didalam hatiku.
10
menit setelah mendengar penjelasan dari dokter, tibalah sekumpulan polisi yang memasuki
ruangan dimana aku berada. Ada 4 orang polisi dan dibelakangnya ada seorang
wanita muda, yang mungkin juga seorang polisi.
“Eh? Apa yang kau lakukan disini, Max?”
suara itu terdengar tidak asing bagiku. Lalu aku berdiri, dan ternyata benar.
Dia adalah dosenku tadi.
Aku terkejut dan bertanya padanya.
“Ibu adalah orang yang bertanggung jawab
atas seluruh rentetan kejadian ini. Jangan jangan, dia adalah ayahmu yang kau
ceritakan itu? Berarti, dengan ini kedua orang tuamu itu dibunuh olehnya ya? Sialan…”
dia mengepalkan tangannya, memukul wajahnya, dan tatapannya tiba tiba berubah
dengan serius. Selama ini aku diajari olehnya, aku belum pernah melihat tatapan
itu sekalipun.
“Hei. Dashiell. Siapa dia?” pria
bertubuh kekar dan bertampang mengerikan maju dan berbisik ke Ibu Dashiell
dengan suara yang sedikit berat dan besar.
“Oh, ayah. Perkenalkan, dia adalah mantan
mahasiswa tempat aku mengajar. Dia baru wisuda dengan nilai tertinggi, 3,99.
Max Larsson.”
“3,99? Nyaris menyamai putriku kalau begitu.
Hebat sekali… jadi, dia adalah ayahmu, Max? Matamu menunjukkan kau mau ikut
dalam hal ini. Gimana, aku mengizinkanmu ikut tapi apa kau mau jadi asistent
putriku?” Aku terkejut, entah kenapa dia bisa mengetahui niatku. Tentu saja aku menerima
tawaran itu
“Baiklah. Dan juga, karena kau itu adalah
asistenku, jadi kau harus memanggilku kakak. Lagian, umur kita Cuma beda 2
tahun.”
Aku
memulai membantu penyelidikan polisi. Dan juga, aku mendapat beberapa data
korban yang memiliki simbol lingkaran mata itu ditubuhnya. Totalnya ada 4 orang
termasuk ayahku.
Korban
pertama bernama Maria Christie, berumur 30 tahun, meninggal 6 tahun yang lalu
dengan keadaan leher terikat oleh ususnya, seluruh organ tubuhnya, seluruh
organ tubuhnya keluar. Seluruh jarinya digunting dan dihekterkan ke punggung
korban membantuk simbol lingkaran mata.
Korban
kedua, bernama Haco Nantuah Puteri. Berumur 25 tahun, meninggal 6 tahun yang
lalu sehari setelah kematian korban pertama, dengan keadaan kaki dan tangan
yang dipotong menggunakan gunting, dan lalu keempatnya disambung secara
terbalik. Kaki diposisikan ditangan, sedangkan tangan diposisikan di kaki. Pada
saat ditemukan, wajahnya terbakar sampai hangus namun tubuhnya tidak terkena
luka bakar. Seluruh rangka aksial ditubuhnya telah hilang dan sampai sekarang
belum ditemukan.
Korban
ketiga, yaitu ibuku. Ayu Robb Putri, berumur 31 tahun, meninggal 5 tahun yang
lalu, dengan posisi kaki kiri dan kanan tertukar. Dan juga seluruh organ
tubuhnya diblender dan dimasukkan kembali. Tulang tulang dari badannya
dikeluarkan, dan dijadikan kalung dan dipasangi di tubuhnya.
Korban
keempat, ayahku, Maurier Arikas. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, luka
dipipinya disebabkan oleh roda ban motor yang membuat wajahnya seperti itu.
Lalu didadanya terdapat banyak pecahan beling sehingga pada saat itu aku keluar
dan mencari toilet. Perutku sangat mual saat dokter membedah jenazah ayahku. Selain
itu, dibetis ayahku diisi oleh kalajengking dan kelabang.
Setelah
mengetahui semua itu, tiba tiba kepalaku sakit, dan aku pingsan dirumah sakit.
Saat aku bangun, Kak Dashiell sudah berada di dekatku dan sedang memakan nasi
dengan lauk ayam bakar.
Kak Dashiel mengajakku
untuk menyelidikinya bersama, tetapi aku menolaknya. Aku mengatakan kalau aku
akan mencari data data tentang korban dan TKP serta kaitan antar korban.
Keesokan
harinya, sekitar pukul 9 pagi aku berangkat dari rumah Kak Dashiell menuju toko
buku terbesar di kotaku. Aku mencari informasi disana, namun tetap tak
kutemukan. Sudah 4 jam aku berada disana namun aku masih belum dapat menemukan
informasi apapun tentang pembunuhan berantai itu. Aku lalu memutuskan untuk
pergi ke rak buku dengan tema mystery kesukaanku. Tiba tiba, aku terkejut, dan
teringat sesuatu.
“Eh? Kalau tidak salah, novel ini adalah
karya Agtha Christie, yang ini Sir Arthur, yang ini Candace Robb, yang ini
Daphne du Maurier, dan selanjutnya Dashiel Hammet. Eh? Tunggu sebentar. Jangan
jangan, ini adalah… kalau tidak salah, kematian antara korban pertama dan kedua
hanya beda 1 hari. Jangan jangan…” aku segera menghubungi Kak Dashiell dan
HP nya tidak diangkat. Lalu aku menghubungi ayahnya dan menanyakan dimana Kak
Dashiell. Tetapi, ayahnya tidak tahu. Aku lalu mengatakan kalau nyawa Kak
Dashiell dalam bahaya dan menyuruhnya untuk segera mencari Kak Dashiell.
Aku
lalu berhenti di sebuah toko peralatan alat tulis. Aku membeli peta Kota
Pekanbaru dan menandakan lokasi lokasi ditemukannya mayat tersebut. Aku lalu
menghubungkannya dan tercipta gambar belah ketupat. Aku terkejut, namun aku
masih merasakan hal yang ganjil. Lalu aku teringat akan simbol pada tubuh
korban dan ketika aku menggambarkannya tepat mengenai titik titik tersebut,
ternyata titik itu dapat dibuat gambar mata. Lalu aku menarik garis dari
tepi mata untuk menentukan dimana titik tengahnya agar dapat membentuk
lingkaran. Ternyata, titik itu terletak didekat banngunan universitasku. Aku
memiliki firasat kalau Kak Dashiell berada disana. Lalu aku menyuruh ayahnya
untuk berkumpul di gedung yang aku sebutkan tadi.
Dengan
kecepatan maksimum, aku berngkat dari toko buku ke target lokasi. Aku bahkan
harus menerobos lampu lalu lintas agar dapat kesana dengan tepat waktu. Setelah
15 menit, akhirnya aku tiba disana. Aku melihat kesekeliling namun belum ada
polisi yang berada disana. Jadi, aku memutuskan untuk masuk dan mengirim sms ke
ayahnya agar masuk kedalam nanti berdasarkan aba aba dariku.
Aku lalu masuk dan
melihat sedikit cahaya dilantai satu. Aku melihatnya, tubuh lemas Kak Dashiell tanpa pakaian
sehelaipun yang dibaringkan di sebuah meja dan ada 4 lilin yang diletakkan di
dekat kepala dan kakinya. Aku mengintip dari lantai dua, dan aku melihat
pelakunya menggunakan baju untuk dokter bedah. Lalu dia mengeluarkan sebuah
pisau kecil dan mulai merobek perut Kak Dashiell dengan senyuman lebar yang ada
diwajahnya. Aku terkejut, tubuhku terpelanting kebelakang karena takutnya. Aku
ingin menolong, tapi tubuhku tidak henti hentinya gemetaran.
Darah
segar keluar dari tubuhnya. Lalu aku berusaha untuk berdiri, dan melihatnya.
Dia pergi kesuatu ruangan dan kembali dengan membawa kotak. Ketika kotak itu
dibuka, keluar anak ular derik sebesar ibu jari dan itu sontak membuatku marah.
Tanpa kuduga, tubuhku terasa ringan dan dalam sekejap yang entah gimana caranya
aku turun, aku sudah berada di depan pelakunya.
“Brengsek… apa yang kau lakukan dengannya? Dasar
sialan…”Aku
lalu menghajarnya habis habisan dan dia terpojok di sudut ruangan. Aku
menodongnya dengan pisau yang
digunakannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung menusuk kakinya hingga nancao ke
lantai dan terdengar suara teriakan yang sangat kuat memecah keheningan sunyi
dari bangunan itu. Aku dapat mendengar suaranya yang bergema memasuki setiap
lorong dan setiap ruangan itu. Aku mendekati Kak Dashiell dan merobek pakaianku
untuk menutupi lukanya. Aku mengikatnya dengan kuat agar tidak terlepas.
“Bagaimana? Apa yang terjadi? Apa kau
menemukannya? Siapa itu yang berteriak?” Ayahnya datang dengan rombongan
polisi. Aku lalu berteriak dan menyuruhnya memanggil ambulan.
“Ambulan akan terlalu lama. Biar kita bawa
saja langsung ke rumah sakit. Cepat kau angkat dia dan masukin dia ke dalam
mobil. Yang lainnya tolong urus sisanya.” Aku lalu mengangkatnya dan
membawanya kedalam mobil polisi. Lalu ayahnya mengemudi dengan sangat cepat dan
dalam waktu kurang dari 5 menit kami sampai di rumah sakit dan Kak Dashiell
langsung dibawa ke UGD. Kami menunggu diruang tunggu sambil bercakap cakap
tentang kasus ini.
“Jadi, kenapa kau bisa mengetahui siapa
target selanjutnya, Max?”
“Para korban itu memiliki nama
penulis mysteri. Seperti Agtha
Christie, Sir Arthur, Candace Robb,
Daphne du Maurier, dan Dashiel Hammet. Lihatlah,
disetiap nama mereka pasti ada nama penulis ini”
Dokter mengatakan pendarahannya
tidak terlalu parah. Lukanya bisa dijahit, dan organ tubuhnya tidak ada yang
rusak.
“Terimakasih, Max... Kau menyelamatkan
putriku. Kau dapat menyelesaikan kasus 6 tahun kami dalam waktu 2 hari. Kami
sangat berterimakasih. Dan juga, ada yang ingin aku bicarakan padamu nanti.
Kunjungi aku setelah ashar.” Dia lalu masuk keruangan Kak Dashiel sedangkan
aku pulang kerumah dengan penuh tanda tanya.
0 komentar:
Posting Komentar